Karawang – Program asuransi pertanian yang digadang-gadang pemerintah untuk melindungi petani kembali menuai sorotan. Di Desa Kalangsurya, Kecamatan Rengasdengklok, hanya sebagian kecil anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sri Mulya yang bisa menikmati kompensasi gagal panen dari PT Jasindo.
Ketua Gapoktan Sri Mulya, Dul Salim, mengungkapkan dari sekitar 70 petani anggota, hanya 40 orang yang dikabulkan klaimnya. Padahal aturan jelas menyebut, petani terdampak berhak menerima ganti rugi Rp6 juta per hektar dengan batas maksimal 2 hektar.
“Anggarannya terbatas, jadi yang terealisasi hanya sekitar 40 orang. Padahal yang mengajukan ada lebih dari 70 petani,” ujarnya, Sabtu (20/9/2025).
Akibat keterbatasan itu, total dana kompensasi yang cair hanya sekitar Rp65 juta. Kondisi ini sempat memicu kecemburuan di kalangan petani. Beruntung, Gapoktan mengambil jalan musyawarah. Hasilnya, dana tambahan dibagi rata agar petani yang gagal klaim tetap mendapat Rp1,3 juta per hektar.
“Memang tidak sesuai harapan, tapi setidaknya ada rasa adil di antara petani. Semua bisa kebagian meski tidak penuh,” tambah Dul Salim.
Namun, persoalan ini menegaskan kembali bahwa program asuransi pertanian masih jauh dari harapan. Kuota yang terbatas tidak sebanding dengan jumlah petani yang terdampak gagal panen.
“Kalau tidak daftar sejak awal musim, risiko tidak terakomodasi sangat besar. Pemerintah menyalurkan sesuai kuota dan jadwal yang ditetapkan,” kata Dul Salim mengingatkan.
Kasus ini menambah panjang daftar keluhan petani Karawang soal sulitnya klaim asuransi pertanian. Pertanyaan besar pun muncul: apakah program ini benar-benar melindungi petani, atau justru menyisakan masalah baru di lapangan?
Penulis: Alim