KARAWANG — Saat ribuan warga Karawang masih mengeluh soal pelayanan publik yang tersendat dan kebutuhan pokok yang kian mencekik, birokrasi di bawah kepemimpinan Bupati H. Aep Syaepuloh justru tercatat menghamburkan hampir Rp 1,5 miliar hanya untuk belanja perlengkapan kebersihan dan peralatan rumah tangga.
Data resmi dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) menunjukkan, puluhan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berlomba menganggarkan pembelian sabun cair, karbol, pengharum ruangan, tisu, hingga peralatan pembersih lainnya dalam jumlah yang mencengangkan. Publik pun memberi cap satir: “Pesta Sabun”.
Simbol Rapuhnya Kepemimpinan Anggaran
Pengadaan massal yang terkesan sepele tapi menguras miliaran rupiah ini mengindikasikan lemahnya kontrol dan pengawasan dari pucuk pimpinan daerah.
Aktivis Karawang, Nace Permana, menegaskan bahwa fenomena ini tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari pola belanja tak prioritas yang dibiarkan berjalan.
> "Kalau bupatinya tegas, hal seperti ini tidak akan lolos. Ini bukan sekadar pemborosan, tapi bentuk nyata gagalnya sensitivitas sosial dan lemahnya komando anggaran," ujar Nace, Sabtu (9/8/2025).
Ia mendesak DPRD dan APIP segera melakukan investigasi menyeluruh, termasuk menelusuri apakah ada indikasi markup atau pengadaan fiktif.
> "Rp 1,49 miliar untuk sabun dan perlengkapan sejenis adalah angka yang absurd di tengah kondisi anggaran yang serba terbatas. Kalau ini terus dibiarkan, rakyat berhak curiga: jangan-jangan ada yang ikut menikmati," imbuhnya.
Bappeda Akui, Tapi Publik Tak Percaya
Kepala Bappeda Karawang, Ridwan Salam, membenarkan adanya pengadaan perlengkapan kebersihan di hampir semua OPD, dengan alasan setiap OPD punya kebutuhan rutin. Namun ia mengakui total anggaran memang menjadi besar jika dikumpulkan.
"Kami akan lakukan rasionalisasi agar tidak ada pembelian yang berlebihan," katanya.
Pernyataan ini dinilai hambar oleh publik. Pasalnya, Bupati sebagai pemegang kendali kebijakan seharusnya sudah menutup peluang pemborosan sejak tahap perencanaan, bukan setelah anggaran disahkan dan berjalan.
Potret “Pesta Sabun” di Era H. Aep
Beberapa temuan belanja dari data SIRUP:
Bapenda: Wipol, sabun cuci tangan, drum sampah, Vixal, tisu — Rp 21,84 juta
Telukjambe Timur: Drum sampah, sabun antibakteri, kamper, rinso — Rp 10,48 juta
Kesbangpol: Kamper toilet, dekorasi mobil hias, pewangi ruangan — Rp 12,14 juta
DLH: Obat nyamuk, pengharum gantung, sunlight, super pel, tisu, vixal, wipol — Rp 16,96 juta
BPBD: Wipol, pembersih kaca, pengharum mobil, bendera pataka custom — Rp 28,98 juta
Dinas PPKB: Sabun cuci tangan, sunlight, kamper, tisu — Rp 18,48 juta
Satpol PP: Sabun antibakteri, semir sepatu, pewangi ruangan — Rp 12,60 juta
Dinas Pertanian: Sabun cuci tangan, tisu, wipol, golok — Rp 27,77 juta
Dan puluhan OPD lain dengan pola serupa.
Skandal yang Menggerus Kepercayaan Publik
Fenomena ini semakin menegaskan pandangan bahwa Bupati H. Aep Syaepuloh gagal mengawal disiplin anggaran dan membiarkan birokrasi berjalan tanpa visi prioritas. “Pesta Sabun” bukan hanya pemborosan, tapi simbol gagalnya tata kelola daerah.
Dalam situasi ekonomi sulit, setiap rupiah APBD semestinya diarahkan untuk hal yang menyentuh langsung kehidupan rakyat — perbaikan jalan rusak, pengentasan banjir, pengadaan obat di Puskesmas, beasiswa pendidikan. Bukan untuk mengisi gudang OPD dengan tumpukan sabun, pengharum, dan tisu yang nilainya setara membangun ruang kelas baru.
Tugas DPRD dan Publik: Mengawal, Menggugat, dan Menghentikan
Jika DPRD sebagai lembaga pengawas hanya diam, maka publik Karawang perlu bersuara lebih keras. Sebab uang ini bukan milik Bupati atau OPD, melainkan milik rakyat yang dikumpulkan dari pajak dan retribusi.
“Pesta Sabun” ini adalah ujian — apakah Karawang punya pemimpin yang berani memutus rantai pemborosan, atau hanya sibuk menjaga citra sementara uang rakyat terkuras untuk hal remeh-temeh.